Pages

Kamis, 01 Desember 2011

PAGELARAN WAYANG DEMOKRATIS

“Wayang Bertanya, Dewan Menjawab”

Pentas wayang demokrasi di laksanakan pada hari sabtu malam pukul 22.00-00.00 WIB, di GOR bulutangis Kecamatan Bayan yang di hadiri oleh banyak golongan masyarakat, mulai dari komunitas Cheqeter Lombok utara, amaq mangku,toaq lokaq, melebe, tokoh adat, Bapak Camat Bayan, ketua DPRD Kabupaten Lombok Utara dan  banyak kalangan masyarakat kurang yang menghadiri lebih sekitar seratus orang. Antusiasme masyarakat yang menyaksikan pagelaran wayang tersebut, hujan pun tidak bias menghalai langkah mereka untuk menonton. Sampai mereka rela duduk tanpa alas di len bulu tangkis.
Dari segi nama wayang demokrasi  tentu mengenai masalah pemerintahan yang terselenggara di Kabupaten Lombok Utara, dengan dialok interaktif antara tokoh-tokoh pewayangan dengan para tokoh adat dan pemerintahan mengenai  pemberdayaan masyarakat,melestarikan adat –istiadat,dan menjaga kelestarian alam. Beberapa sesi sudah terlewati tanpa terasa kegiatan tersebut pada mulany akan berakhir 22.00 tapi saking semangat masyarakat dengan pertanyaan dan info-info yang didapatkan dari Bapak Mariadi acara pun berakhir sampai pukul 00.00 Wita.

Dialok interaktif yang terjalin antara tokoh pewayangan dengan pemerintahan antara lain :
Pertanyaan  dari tokoh pewayangan kepada pemerintah Lombok utara antara lain sbb :
·         Siapakah anggota-anggota terkait yang posisinya di beri kepercayaan untuk mengemban amanah dalam mengelola budaya?
·         Bagaimana bentuk-bentuk kebijakan yang di berikan pemerintah kepada daerah-daerah penghasil ,yang memberikan  pemasukan daerah di KLU?
·         Bagaimana posisi atau keadaan pendapatan  kabupaten baru seperti Lombok utara ini setelah di lepas oleh paer  PATUT-PATUH-PATJU Lombok barat, menjadi paer  daya Lombok utara TIOQ-TATA-TUNAQ.?
Jawaban masing-masing pertanyaan dialok interaktif yang diberikan oleh Bapak ketua DPRD kabupaten Lombok utara di antaranya sbb :
·         Secara perorangan yang diberi amanah untuk mengelola  budaya tidak ada.,Komisi  III  DPRD kabupaten Lombok utara memberi  pertimbangan  dan berkomitmen untuk terus menjaga semua hal-hal  yang berkaitan dengan budaya agar terus terpelihara seperti hutan adat, Dengan cara mencegah penebangan secara liar,menanam pohon sebanyak-banyaknya.
·         Kebijakan yang diberikan kepada daerah penghasil antara lain, kompensasi khususnya kepada masyarakat yang tinggal di dearah-daerah adat dalam hal ( pengobatan dan pendidikan ). Karena pendapatan daerah terbesar antara lain 70% dari tempat wisata seperti situs-situs adat dan budaya.
·         Kedudukan Lombok utara tidak terpengaruh oleh Lombok barat dari segi pendapatan, kabupaten Lombok barat yang penghasilannya hanya 20 milyar dalam 3 tahun berturut-turut, nilainya tidak jauh dengan penghasilan kabupaten baru sperti Lombok utara ini. Pendapatan kabupaten Lombok utara sekarang semakin meningkat. Tahun 2009 pendapatan daerah yang  awalnya hanya 6 milyar kini semakin meningkat, tahun 2010 pendapatan daerah menjadi 10,6 milyar, dan tahun 2011 menjadi 11,2 milyar. Hal ini dapat membuktikan bahwa kabupaten Lombok utara mampu bersaing dengan kabupaten-kabupaten lain.

Beberapa ungkapan yang di paparkn oleh ketua DPRD Kabupaten Lombok Utara tentang ciri masyarakat  Lombok utara.
-       Masyarakat Lombok utara yang kompak : selalu membudayakan budaya gotong-royong untuk meningkatkan kemajuan daerah dengan cara bersama-sama untuk melakukan sebuah kegiatan.

Masyarakat Lombok Utara yang pekerja keras : masyarakat yang mandiri dan aktif dalam mencari penghasilan mereka sendiri tanpa mengharap bantuan dari orang lain. Contohnya : tidak mengemis dan meminta-minta kepada orang lainseperti yang banyak berkeliaran di Kabupaten kita itu adalah orang luar Kabupaten yang tidak mempunyai pekerjaan (LeDAYA Production)

Ucapan Terima Kasih kepada :
1.      Ketua DPRD Kabupaten Lombok Utara
2.      Bapak Camat Bayan
3.      Bapak Ketua kamtibmas Kecamatan Bayan
4.      PEPADI NTB
5.      Group Wayang & Dalang
6.      Bapak L. Prima WP
7.      LeDAYA Production
8.      CHEQETER (Honda C70 Lombok) Paer Daya-Lombok Utara



Selasa, 09 Agustus 2011

Siaran Pers HARI MASYARAKAT ADAT SE-DUNIA “THE INTERNATIONAL DAY OF THE WORLD’S INDIGENOUS PEOPLES” 9 Agustus 2011



Tema “Indigenous Designs: Celebrating Stories and Culture: Crafting our own Future”


Lombok, NTB. Hari ini, 9 Agustus 2011, seluruh dunia tengah merayakan hari masyarakat adat sedunia. Hari ini menandai pertemuan pertama Kelompok Kerja PBB untuk masyarakat Adat (UN Working Group in Indigenous Population/WGIP) di tahun  1982. Pada 23 Desember 1994, melalui resolusi 49/214, majelis umum PBB menetapkan bahwa hari Masyarakat Adat sedunia harus diperingati pada 9 Agustus setiap tahun sehingga hari ini merupakan peringatan yang ke 17.  Pada tahun 1985, WGIP mulai merancang Draft Deklarasi tentang Hak-Hak Masyarakat Adat, yang pada 13 September 2007 di adopsi menjadi Deklarasi PBB oleh Sidang Umum PBB.

Sekretaris Jendral AMAN, Abdon Nababan mengatakan bahwa sebagai negara yang turut menandatangani Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (United United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples, UNDRIP), dengan sendirinya Pemerintah Indonesia sudah mengakui hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia. Namun hingga saat ini, pengakuan terhadap Masyarakat Adat masih tersebar pada berbagai peraturan perundangan yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih kebijakan antar undang-undang. Akibatnya adalah terjadinya kekosongan hukum, yang artinya selama ini kita belum miliki undang-undang tentang hak-hak masyarakat adat. Undang-Undang yang menjamin hak-hak Masyarakat Adat tidak dilanggar oleh agenda-agenda pembangunan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam.

Abdon Nababan kemudian menambahkan bahwa hari  Internasional Masyarakat Sedunia ini merupakan saat untuk mengingatkan kita semua bahwa diskriminasi, peminggiran dan pelanggaran hak-hak masyarakat adat yang berujung pada konflik masih terus berlangsung diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Hingga saat ini konflik yang melibatkan Mayarakat Adat dengan Pemerintah dan Pemodal masih menempati urutan pertama dalam tabulasi kekerasan yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia. Dan di sisi lain, kondisi masyarakat adat semakin termarjinalkan secara ekonomi dan didiskriminasikan secara hukum serta minimnya pelayananan atas hak-hak dasarnya. Terjadi praktek pelanggaran HAM terhadap Masyarakat Adat tanpa ada mekanisme yang pasti untuk penyelesaiannya. Hal itu dipicu karena tidak adanya kepastian, jaminan dan perlindungan hukum bagi Masyarakat Adat untuk mengelola sumber daya alam di wilayah adatnya.

Sejak UNDRIP diadopsi sebagai salah satu instrumen hukum internasional oleh PBB (September 2007), AMAN sebagai organisasi yang beranggotakan 1164 komunitas adat dari seluruh pelosok nusantara secara aktif mendorong Pemerintah Indonesia untuk bekerja secara lebih dekat dalam kemitraan dengan Masyarakat Adat untuk mengimplementasikan Deklarasi ini.

Saat ini AMAN sudah membangun kemitraan dengan beberapa lembaga pemerintah, diantaranya penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kementerian Lingkungan Hidup, untuk meningkatkan peran masyarakat adat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kemudian penandatanganan MoU antara AMAN dengan Komnas HAM dalam rangka peng-arusutamaan Pendekatan Berbasis Hak Asasi Manusia Masyarakat Adat di Indonesia. Selanjutnya keterlibatan aktif AMAN dalam perumusan UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir.

Namun berbagai upaya aktif di atas akan menemui kesia-siaan jika pemerintah dan DPR tidak segera menindaklajutinya dengan membahas, merumuskan dan mengesahkan UU PPHMA. UU ini nantinya akan menjadi UU payung yang menjembatani tumpang tindihnya berbagai produk perundangan yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat adat. RUU PHMA ini akan menciptakan rambu-rambu juridis agar kebijakan legislasi nasional mengenai perlindungan hak-hak masyarakat adat akan memperkuat peran lembaga-lembaga adat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pembangunan dan penyelesaian sengketa secara berkeadilan.

Dengan melihat fakta-fakta diatas maka Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), pada perayaan Hari Masyarakat Adat Sedunia yang ke-17, 9 Agustus 2011 mendesak pemerintah/DPR untuk segera mengagendakan serta mengesahkan sebuah UU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat yang akan memberikan kepastian pada pengakuan, penghormatan dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat Nusantara.

Jakarta, 9 Agustus 2011




Abdon Nababan
Sekretaris Jendral

Rabu, 27 Juli 2011

Peringatan Haul Al-Magfurullah TGH. Ibrahim Al-Khalidy ke-XVIII


Ponpes Al-Islahudiny Kediri Lombok Barat /27 Juli 2011.
Haul Al-Magfurullah TGH. Ibrahim Al-Khalidy ke XVIII..di Pondok Al-Islahudiny Kediri yang digelar mulai pukul 12:00 Wita yang dirangkaikan dengan Sholat Zuhur  berjamaah dihadiri ribuan masyarakat yg terdiri dari alumni, simpatisan, santri & santriwati yang  membeludak menghadiri dengan khidmat, datang dengan berbagai alat transportasi dari cidomo, sepeda motor sampai truk.

Para Alumni yang menghadiri Haul ini datang dari berbagai tempat, hampir dari seluruh Kabupaten/Kota di pulau Lombok yang diisi dengan pembacaan Ratib dengan khidmat oleh jamaah yag hadir, suasana Haul yang disi dengan Tausiyah/Ceramah Pembangunan oleh Menakertrans Bapak Drs. H.A. Muhaimin Iskandar, M.Si. sangat meriah, belum lagi suasana terlihat meriah oleh tebaran Bendera PKB yang berkibar hampir disepanjang jalan menuju lokasi Haul, "Agak terkejut melihat Haul yang di meriahkan bendera Partai, memang masyarakat harus mulai berpolitik, termasuk mungkin Ponpes Al-Islahudiny, tapi kalau sudah "vulgar" seperti ini target untuk mengambil posisi "kekuasaan" di Lombok Barat lewat partai ini harus dapat di raih guna kemajuan Pondok..tapi setahu saya, belum ada kader/pejabat di Pondok ini yang meraih posisi signifikan di ranah kebijakan" ungkap seorang alumni yg ikut dalam acara ini. (gushade)
.

Dialog Terbuka " Sinergitas Agama dan Budaya dalam Menjawab Persoalan Perempuan di NTB". sebuah usulan untuk direkomendasikan

Hotel Lombok Garden/27 Juli 2011 Aula Flamboyan.
Pusat  Studi Wanita/PSW IAIN Mataram menggelar kegiatan ini dengan mengundang semua stakeholder terkait, perbedaan pandangan sangat terlihat sejak pemaparan makalah oleh Aktifis Perempuan, Birokrat Perempuan, Budayawan dan Tokoh Agama dari Jakarta yg berasal dari Lombok Timur.
Sebuah catatan yang di usulkan sebagai salah satu rekomendasi dialog ini.:
  • Kebijakan Perempuan yang diperjuangkan dalam Kesetaraan Gender hendaklah tidak mencederai Perempuan lain.
  • Kesetaraan yang diperjuangkan tidak mengganggu tujuan-tujuan pembentukan keluarga sakinah, mawaddah warrahmah.
  • Pengarusutamaan Perempuan yang tidak menghilangkan tujuan kehidupan : Misi Ilahiyah, sebagai khalifah fil ardy, bukan sebagai Tools Industry Capitalis.
  • Pemberdayaan Perempuan yang siap bersaing dalam kualitas SDM dan bersanding dan bersanding pada Kinerja, bukan tuntutan-tuntutan meminta perioritas.
Catatan peserta dialog pada usulan rekomendasi. (gushade & primawp)

Sabtu, 23 Juli 2011

Aksi SUKU BERCO/Komunitas Cek Bocek Slesek Reensury ditahan aparat saat “Mesejati”/Menyampaikan Hasil Pemetaan dan RTRWA kepada Wapres Budiono pada Pembukaan Conference Forest Land Tenure

AMAN NTB, Senggigi Lombok Barat/ Pada tanggal 11 Juli 2011 bertepatan dengan pembukaan Konfrensi Forest Land Tenure di Hotel Sentosa yang dibuka oleh Wapres RI Boediono, puluhan warga komunitas Suku Berco, Komunitas Pekasa didampingi oleh perwakilan dari beberapa komunitas dan pengurus Wilayah serta Pengurus Daerah Aman di NTB mendatangai lokasi konferensi di wilayah Senggigi dengan memakai pakaian adat lengkap sesuai asal komunitas masing-masing. Kedatangan sekitar 100 orang masyarakat adat ini rupanya sudah tercium oleh aparat keamanan yang yang sudah siaga 1 di radius beberapa kilometer dari lokasi.

Maka tanpa diperhitungkan oleh koordinator aksi ini, pihak keamanan dengan mudah mensweeping semua kendaraan yang penumpangnya berpakaian adat dan menggiringnya ke sekitar  radius 1 km dari lokasi konferensi, awalnya beberapa kendaraan sudah bias lolos dari penjagaan aparat dengan berbagai macam alas an, baik dengan menyebutkan dirinya rombongan yang akan melakukan gladi bersih untuk persiapan festival Sengggigi (beberapa hari lagi akan digelar festival senggigi yang merupakan event pariwisata tahunan di NTB.).

Masyarakat adat yang akan melakukan aksi budaya “mesejati”/penyampaian aspirasi kepada forum tersebut dating dari arah selatan dan utara Senggigi, namun semuanya tertahan di lokasi penjagaan tentara dan polisi, 2 truk perwakilan yang terdiri dari perwakilan mangku dan perempuan adat dari anggota komunitas AMAN KLU/Paer Daya sejak pukul 09:00 Wita sampai dengan pukul 15:30 Wita ditahan di Malimboo (sekitar perbatasan Lombok Utara & Lombok Barat) dan tidak bisa melanjutkan perjalanan guna mendukung aksi yg direncanakan. Sementara  sekitar 6 mobil dan puluhan iring iringan sepeda motor yang dating dari selatan (wilayah Mataram) dapat menembus 2 ring penjagaan tapi akhirnya tertahan tepat di depan CafĂ© Alberto sekitar  1 km dari lokasi konferensi.

Ditempat inilah puluhan masyarakat adat yang didampingi oleh Kepala Suku Berco, Kepala Suku Pekasa dan beberapa pengurus wilayah dan daerah mulai bersitegang dengan aparat keamanan. “kami hanya ingin menyampaikan beberapa aspirasi kepada Bapak Wapres dengan cara santun, bila perlu silahkan kawal kami ke lokasi dengan petugas lengkap dengan senjata..asal kami diperbolehkan mendatangangi lokasi konferensi” ujar  Sekretaris Wilayah AMAN NTB  yang didampingi Jasardi Gunawan, Datok Sukanda dan Putrawadi kepada petinggi-petinggi aparat dan beberapa wartawan yang berada di lokasi, namun aparat keamanan tidak bergeming dan tetap mengatakan tidak mengizinkan karena keamanan langsung di dibawah kendali Paspampres.

Suasana semakin tegang ketika warga mulai berteriak dan menaikkan bendera AMAN & Cek Bocek, aparat keamanan mendatangkan 2 truk panser dan 2 peleton Brimob ke lokasi..aksi dorong-dorongan mulai terjadi, masyarakat semakin bersemangat ketika salah satu pengurus PB Mina Setra yang ikut dalam konferensi berhasil menemui komunitas dan ikut dalam aksi dorong-dorongan dengan aparat. Hampir terjadi bentrokan  antara masyarakat adat dan polisi, ketika rombongan Wapres melintas dan polisi dengan paksa merebut bendera –bendera yang di bawa masyarakat, “jangan mengangkat bendera, nanti jadi politis” kata salah seorang polisi, yang kemudian 2 truk panser bergerak menghadang agar aksi tidak terlihat rombongan Wapres yang melintas.

Tepat sekitar pukul 15:30 Wita, masyarakat adat  kemudian membubarkan diri setelah membagi-bagikan tututan tertulis kepada para wartawan yang meliput, didampingi oleh Mina Setra kemudian  Datok Sukanda, R. Agus HD, Putrawadi, Anggo dan Jasardi mencoba memasuki lokasi konferensi untuk menemui Sekjend AMAN, beberapa pengurus PB dan Wartawan Media Nasional.
“sebagai evaluasi dari aksi hari ini, sebaiknya masyarakat adat juga harus dibekali tekhnik  & Strategy Demonstransi, karena kedepan aksi-aksi semacam ini mesti dilakukan terus” ujar R. Agus Hade kepada Abdon Nababan…ya sampai  Masyarakat Adat bisa Mandiri, Berdaulat & Bermartabat. (gushade@AMAN NTB)